Di Balik Instruksi 030: Upaya PT Timah Mengendalikan Penambang Liar

DINAMIKADUNIA.COM – Sidang pemeriksaan saksi kasus dugaan korupsi timah di Pengadilan Tipikor Jakarta menghadirkan Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016-2021.

Pertanyaan hakim mengenai penyebab banyaknya kegiatan pertambangan liar di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah, justru dijawab dengan penjelasan tentang Instruksi 030, program pengamanan aset dan sisa hasil produksi (SHP).

Mochtar menjelaskan bahwa Instruksi 030 merupakan upaya untuk memastikan bijih timah yang ditambang, baik oleh PT Timah maupun pihak lain, masuk ke PT Timah. Namun, hakim mempertanyakan efektivitas instruksi tersebut, mengingat penambang liar di wilayah IUP PT Timah tetap tak terkendali.

Pertanyaan mengenai kemungkinan adanya kekuatan pihak lain yang menghambat upaya pembersihan penambang ilegal di wilayah IUP PT Timah, diabaikan oleh Mochtar.

Ia justru menekankan keberhasilan PT Timah dalam mencapai produksi ekspor tertinggi dalam sejarah pada tahun 2019, yang menurutnya merupakan bukti efektivitas Instruksi 030.

“Untuk menanggulangi penambang ilegal yang selama ini tidak bisa dikendalikan, kami mengeluarkan instruksi pengamanan aset,” kata Mochtar saat menjadi saksi dalam sidang tersebut, Kamis (3/10/2024).

Namun, hakim yang merasa curiga dan kesal dengan jawaban Mochtar, langsung mengintervensi dan menanyakan apakah ada informasi yang disembunyikan. Mochtar kembali menegaskan bahwa tidak ada yang ditutupi dalam kesaksiannya dan tidak ada keterlibatan dirinya.

Mochtar bersaksi untuk terdakwa Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT), Suparta selaku Direktur Utama PT RBT, dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT

Adapun dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah pada tahun 2015-2022, Mochtar turut menjadi terdakwa yang disidangkan dalam waktu yang berlainan.

Dalam kasus tersebut, Harvey didakwa menerima uang Rp420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim, sementara Suparta didakwa menerima aliran dana sebesar Rp4,57 triliun dari kasus yang merugikan keuangan negara Rp300 triliun itu.

Keduanya juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari dana yang diterima. Dengan demikian, Harvey dan Suparta terancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Sementara itu, Reza tidak menerima aliran dana dari kasus dugaan korupsi tersebut. Namun karena terlibat serta mengetahui dan menyetujui semua perbuatan korupsi itu, Reza didakwakan pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sidang ini mengungkap dilema PT Timah dalam menghadapi penambangan liar. Instruksi 030, yang diklaim sebagai upaya untuk mengendalikan penambangan, justru menimbulkan pertanyaan tentang efektivitasnya.

Pertanyaan mengenai kemungkinan adanya kekuatan lain yang menghambat upaya pembersihan penambang ilegal, mengungkap kompleksitas permasalahan yang dihadapi PT Timah.

Sidang ini menjadi sorotan penting dalam upaya memahami dinamika pertambangan timah di Indonesia, dan bagaimana PT Timah berupaya untuk mengendalikannya. (akha)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *