DINAMIKADUNIA.COM – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang menghapus ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) mendapat apresiasi dari Dr. Aep Saepudin Muhtar, M.Sos. Dia menilai putusan ini sebagai langkah krusial dalam memperkuat kedaulatan rakyat dan demokrasi di Indonesia.
“Langkah untuk memperkuat demokrasi di Indonesia, menguatkan hak politik dan kedaulatan rakyat, serta membuka persaingan yang lebih sehat dalam pencalonan presiden dan wakil presiden,” kata Aep Saepudin Muhtar di Cibinong, Jumat (3/1/2025).
Penghapusan presidential threshold, menurut Gus Udin (sapaan akrabnya), mengurangi dominasi partai besar dan oligarki, membuka jalan bagi persaingan yang lebih sehat, serta memberikan kesempatan yang lebih luas bagi semua partai politik, termasuk partai kecil, untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden.
Hal ini memungkinkan munculnya calon pemimpin yang lebih beragam dan potensial, meningkatkan partisipasi aktif partai politik dalam proses politik. “Hal Ini juga membuka ruang bagi partai-partai kecil untuk berpartisipasi lebih aktif dalam proses politik,” ujarnya.
Namun, Gus Udin juga mengakui bahwa penghapusan ini menghadirkan tantangan baru. Proses pencalonan presiden dan wakil presiden diperkirakan akan menjadi lebih kompleks.
MK sendiri berpendapat bahwa presidential threshold yang sebelumnya diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 bertentangan dengan UUD 1945 karena menutup hak konstitusional partai politik yang tidak memenuhi persentase suara atau kursi di DPR untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Lebihlanjut, MK mempelajari bahwa arah pergerakan politik Indonesia cenderung selalu mengupayakan setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya diikuti dua pasangan calon.
Menurut MK, kondisi ini menjadikan masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi yang mengancam keutuhan Indonesia apabila tidak diantisipasi.
Oleh karena itu, MK menyatakan presidential threshold yang ditentukan dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tidak hanya bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, tetapi juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi
Dengan demikian, putusan MK ini diharapkan dapat mewujudkan cita-cita demokrasi yang lebih inklusif dan representatif, meskipun membutuhkan adaptasi dan strategi baru dalam proses pencalonan ke depan.
Ini membuka babak baru dalam demokrasi Indonesia, menawarkan harapan akan kepemimpinan yang lebih mencerminkan suara rakyat. (Akha)