DINAMIKADUNIA.COM – Keputusan Presiden Joko Widodo untuk kembali membuka keran ekspor pasir laut setelah lebih dari dua dekade menuai kontroversi dari masyarakat. Salah satunya Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies).
Menurut Anthony, kebijakan yang diklaim Jokowi bertujuan untuk mengendalikan sedimentasi dan membersihkan laut, namun banyak pihak menilai alasan tersebut hanyalah kamuflase untuk kepentingan ekonomi segelintir oligarki.
“Pengerukan pasir laut secara besar-besaran untuk ekspor berpotensi merusak ekosistem laut secara signifikan,” ujar Anthony.
Anthoni menjelaskan bahwa pasir laut merupakan komponen penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem pesisir, melindungi garis pantai dari abrasi, dan menjadi habitat bagi berbagai biota laut.
“Sehingga apabila eksploitasi pasir laut secara berlebihan dapat menyebabkan kerusakan terumbu karang, hilangnya habitat ikan, dan peningkatan erosi pantai.,” jelas Anthony.
Selain dampak ekologis, kebijakan ini juga menimbulkan pertanyaan tentang transparansi dan akuntabilitas. Publik perlu diajak untuk mengawasi proses ekspor pasir laut agar tidak terjadi penyalahgunaan dan korupsi.
Menurutnya di penghujung pemerintahannya, Jokowi seharusnya tidak boleh mengambil kebijakan strategis dan kontroversial seperti ekspor pasir laut yang menguntungkan pihak lain atau korporasi, dan secara nyata merusak lingkungan hidup.
Dalam hal ini, Jokowi diduga secara terang-terangan telah menyalahgunakan kewenangannya dengan tujuan menguntungkan pihak lain atau korporasi.
“Untuk itu, (kalau terbukti) Jokowi dapat dipidana, seperti bunyi Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” jelasnya.
Dalam Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 menyebutkan, setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Anthony juga merasa heran, kenapa Jokowi nekat menjadi beking para oligarki di penghujung kekuasaannya, yang seharusnya sudah masuk tahap demisioner karena sudah ada presiden terpilih yang akan dilantik pada 20 Oktober yang akan datang?
“Kenekatan Jokowi menjelang lengser, patut diduga, Jokowi juga menerima manfaat ekonomi dari kebijakannya yang sangat kontroversial tersebut, yang merusak ekosistem laut dan menguntungkan para oligarki,” tandas Anthony.
Perlu diketahui, selain kebijakan ekspor pasir laut, Jokowi sebelumnya juga memberi status PSN (Proyek Strategis Nasional) untuk PIK-2 dan BSD, yang membuat penduduk setempat dapat diusir secara paksa.
“Secara komersial, proyek PSN PIK-2 dan BSD akan memberi keuntungan ratusan triliun rupiah kepada oligarki pengembang kedua kawasan PSN tersebut,” kata Anthony.
Kemudian yang perlu dipertanyakan adalah untuk pembersihan sedimentasi laut, maka Jokowi seharusnya menugaskan BUMN atau pemerintah daerah yang berwenang di sepanjang jalur pembersihan sedimentasi laut tersebut untuk melakukan pembersihan sedimentasi di maksud.
“Bukan sebaliknya, Jokowi malah memberi payung hukum pengelolaan sedimentasi laut dan izin ekspor pasir laut kepada swasta, dengan keuntungan jutaan sampai milaran dolar,” sambungnya.
Menurut Anthony, alasan pembersihan sedimentasi laut yang diserahkan kepada swasta ini secara telanjang mata merupakan alasan mengada-ada, dan merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang yang menguntungkan pihak lain, dan merugikan keuangan negara.
“Kebijakan ini seyogyanya mendapat perlawanan keras dari masyarakat, dengan melaporkan Jokowi kepada KPK atas dugaan telah melakukan pelanggaran Pasal 3 UU Tipikor di maksud di atas,” tandasnya.
Pemerintah perlu mempertimbangkan kembali kebijakan ini dan memprioritaskan kelestarian lingkungan hidup. Eksploitasi sumber daya alam harus dilakukan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan, dengan memperhatikan dampak jangka panjang bagi ekosistem dan masyarakat.
Keputusan untuk membuka kembali keran ekspor pasir laut merupakan contoh nyata bagaimana kepentingan ekonomi seringkali mengalahkan kepentingan lingkungan. Kita perlu terus kritis dan mengawasi kebijakan pemerintah agar tidak merugikan generasi mendatang. (akha)