Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang Hasil Peredaran Gelap Narkoba.

DINAMIKADUNIA.COM – Kasus tindak pidana pencucian uang hasil peredaran gelap narkoba yang melibatkan jaringan Malaysia-Indonesia Tengah baru-baru ini terungkap. Kasus ini dikendalikan oleh seorang narapidana kasus narkoba yang berinisial HS, yang divonis mati namun hukumannya diperingan menjadi 14 tahun.

Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada menjelaskan kasus ini terungkap berkat kerja sama Polri dengan Ditjen PAS, Bea Cukai, Badan Narkotika Nasional (BNN), dan PPATK. Dari hasil join operation ini, Polri menangkap 8 tersangka.

Melalui sebuah kerja sama join operation bersama ini, kita bisa melaksanakan pengungkapan tidak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh tersangka HS.

“Pengungkapan ini berawal dari informasi yang diberikan oleh Pak Dirjen Pemasyarakatan, di mana ada narapidana yang sering membuat onar di Lapas Tarakan Kelas II A atas nama A bin A alias H (32) alias HS, yang bersangkutan merupakan terpidana kasus narkotika yang dihukum mati,” jelas Wahyu dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Rabu (18/9/2024).

HS dibantu oleh delapan orang kaki tangannya. Berikut identitas 8 anak buah HS dan perannya: 1. T (pengelola uang hasil kejahatan). 2. MA (pengelola aset hasil kejahatan). 3. SY (pengelola aset hasil kejahatan). 4. CA (membantu Pencucian Uang)

Kemudian, 5. AA (membantu Pencucian Uang). 6. NMY (Adik AA, membantu Pencucian Uang). 7. RO (membantu Pencucian Uang dan Upaya Hukum), dan 8. AY (Kakak RO, membantu Pencucian Uang dan Upaya Hukum).

Meskipun berada di dalam Lapas Tarakan, HS terbukti masih mengendalikan peredaran narkoba di wilayah Indonesia bagian Tengah, termasuk Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi, Bali, dan Jawa Timur.

Wahyu juga menjelaskan bahwa dari hasil penyelidikan, terpidana HS telah beroperasi sejak tahun 2017 hingga tahun 2023, selama kurun waktu tersebut dia telah memasukkan narkotika jenis sabu dari wilayah Malaysia sebanyak lebih dari 7 ton sabu.

“Dari hasil analisis keuangan oleh PPATK, perputaran uang selama beroperasi melakukan jual beli narkoba yang dilakukan oleh kelompok HS tersebut mencapai Rp2,1 triliun, yang kemudian sebagian uang digunakan untuk membeli aset-aset,” ujarnya.

Kasus ini menunjukkan bahwa pengawasan di dalam Lapas perlu diperketat untuk mencegah narapidana melakukan tindak pidana dari balik jeruji besi.

Kasus ini menjadi bukti nyata bahwa kejahatan narkoba tidak mengenal batas, bahkan di dalam penjara. Penting bagi aparat penegak hukum untuk terus meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum di dalam Lapas agar tidak menjadi tempat berlindung bagi para pelaku kejahatan. (akha)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *