Kemewahan Semu: Sebuah Kisah tentang Harta dan Kebenaran

DINAMIKADUNIA.COM – Di tengah gemerlap dunia, tak jarang kita terpesona oleh kemewahan yang ditampilkan oleh segelintir orang kaya. Rumah bak istana, pesawat jet pribadi, dan pesta-pesta mewah menjadi simbol kekayaan yang seolah tak ternilai.

Akan tetapi, di balik gemerlap itu, terkadang tersembunyi kisah pilu tentang harta yang diperoleh dengan cara yang tidak halal.

Kisah A.M Sonneveld, seorang crazy rich Jakarta, menjadi contoh nyata. Sepanjang hidupnya, Sonneveld menikmati kemewahan, berdansa di lantai pesta, dan hidup dalam kemewahan yang tak terbayangkan.

Namun, di balik itu semua, terkuak sebuah kebenaran pahit. Kemewahan yang dinikmatinya ternyata diperoleh dari hasil mencuri uang di bank.

Lalu bagaimana kisah selengkapnya? Di lansir dari cnbc.id, kisah terjadi pada tahun 1913. Sonneveld merupakan orang Belanda yang menjadi kepala kasir (kini teller) di bank Nederlandsch Indie Escompto Maatschappij.

Sesuai namanya, dia bertugas mengurusi uang orang di bank Escompto. Dari posisi mentereng tersebut, semua orang mengetahui Sonneveld punya banyak uang.

Sebab, gaji pegawai bank di masa kolonial memang cukup besar. Apalagi, dia pun sering menunjukkan gaya hidup mewah layaknya para crazy rich Batavia pada umumnya.

Abdul Hakim dalam Jakarta Tempo Doeloe (1988) menjelaskan, Sonneveld dan istri kerap bolak-balik societet harmonie. Lokasi ini merupakan tempat orang elit dan kaya berkumpul.

Biasanya, para orang kaya berpesta dan menikmati barang-barang mahal. Lagi-lagi mayoritas orang menganggap aksi Sonneveld suatu kewajaran.

Sebab, dia punya banyak uang dari hasil kerja di bank. Apalagi, dia juga diketahui berasal dari kelompok elit.

Sejarah mencatat dia merupakan bekas perwira KNIL (tentara Hindia Belanda) dan pernah mendapat penghargaan bintang jasa dari Ratu Belanda. Namun, semua sifat baik yang orang tahu hanya karangannya saja.

Ternyata dia punya sifat asli yang bisa menghancurkan, yakni mencuri. Dalam harian Deli Courant (5 September 1913) diketahui, sifat asli Sonneveld terbongkar berkat investigasi internal pihak bank setelah terungkap ketimpangan pemasukan dan pengeluaran.

Dari sini, diketahui pria berusia 45 tahun itu menggelapkan uang bank sebesar 122 ribu gulden. Pada 1913 1 gram emas seharga 1,67 gulden. Artinya, 122 ribu gulden bisa membeli 73 Kg emas. Jika dikonversikan ke masa sekarang dengan asumsi 1 gram emas seharga Rp1 juta, maka 73 Kg emas setara Rp73 miliar.

Kabur & Buron: Ketika kasus ini terbongkar, Sonneveld sudah kabur dari Batavia. “Polisi mendeteksi dia menyewa mobil dari Meester Cornelis dan pergi ke hotel di Bandung,” tulis pewarta Deli Courant.

Polisi pun lantas melakukan pencarian besar-besaran. Sonneveld ditetapkan sebagai buronan. Hampir semua surat kabar di Indonesia memberitakan deskripsi Sonneveld.

Sebut saja, seperti laporan De Sumatra Post (6 September 1913) yang menjelaskan rinci bahwa dia “berusia 45 tahun, berdarah Eropa, kulit agak kecoklatan, ada bekas luka di pipi kanan dan lutut”.

Meski begitu, tak mudah bagi kepolisian mengejar Sonneveld. Dia licin bak belut dan terus berpindah-pindah tempat. Harian Bataviaasch Nieuswblad (7 September 1913) melaporkan, setelah dari Bandung dia terdeteksi pergi naik kereta ke Surabaya.

Sampai akhirnya titik terang pun muncul berkat informasi dari teman Sonneveld yang tahu soal laporan perjalanan buronan itu. Diketahui, dia kabur dari Batavia dan pergi ke Bandung lanjut ke Surabaya untuk naik kapal laut ke Hong Kong.

Alhasil, kepolisian langsung mengontak otoritas Hong Kong. Maka, saat sampai di Hong Kong, Sonneveld langsung diciduk polisi. Ternyata, dia ditangkap bersama istri dan barang bukti sisa uang yang disimpan di tas. Keduanya lantas dipulangkan ke Indonesia.

Di Tanah Air, gelar perkara dilakukan. Setahun kemudian, Sonneveld dijatuhi hukuman 5 tahun penjara. Sementara sang istri, dihukum 3 bulan penjara. Kepada hakim, Sonneveld mengaku menggelapkan uang untuk keperluan foya-foya.

Kisah Sonneveld mengingatkan kita bahwa harta yang diperoleh dengan cara yang tidak halal, seindah apapun, tak akan pernah membawa kebahagiaan sejati. Kemewahan semu yang dibangun di atas fondasi ketidakbenaran hanya akan membawa kehancuran di kemudian hari.

Kisah Sonneveld menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Kemewahan semu tak akan pernah menggantikan kebahagiaan sejati yang diperoleh dari hasil kerja keras dan kejujuran.

Marilah kita selalu berusaha untuk hidup dengan integritas dan membangun kekayaan dengan cara yang halal, agar kita dapat menikmati hidup dengan tenang dan damai. (akha)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *