DINAMIKADUNIA.COM – Seorang turis perempuan asal Belanda, MA (35), harus menelan pil pahit akibat ulahnya yang nekat. Ia dideportasi dari Bali dan diusulkan masuk daftar penangkalan oleh pihak Imigrasi Bali setelah kedapatan berpura-pura menjadi tamu hotel untuk menikmati sarapan gratis di sebuah hotel bintang lima di Nusa Dua.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali, Pramella Yunidar Pasaribu mengatakan, MA tercatat masuk ke Indonesia melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali, pada 29 Agustus 2024, dengan visa kunjungan beberapa kali perjalanan yang berlaku hingga Februari 2025.
Dijelaskan Pramella bahwa MA selama di Bali, ia menyewa vila di Nusa Dua dengan biaya Rp 300.000 per hari dan mengisi waktunya dengan mengikuti kelas yoga dan meditasi.
“Selama berada di Bali, MA yang tidak memiliki pekerjaan, mengandalkan tunjangan bulanan sebesar 1.400 Euro dari pemerintah Belanda karena dirinya terdaftar sebagai penerima tunjangan akibat adanya gangguan kondisi kesehatan,” kata Pramella.
Kejadian yang membuatnya dideportasi terjadi pada 13 September 2024. MA mengunjungi sebuah hotel ternama di Nusa Dua dengan tujuan menikmati sarapan di restoran hotel tersebut.
“Berdasarkan pernyataannya, MA berpura-pura sebagai tamu hotel untuk menikmati sarapan di restoran hotel tersebut,” kata Pramella.
Setelah selesai makan, pihak hotel meminta MA untuk membayar karena ia tidak terdaftar sebagai tamu hotel. Namun, MA menolak dengan alasan tidak memiliki cukup uang dan masih menunggu kiriman tunjangan dari pemerintah Belanda.
Pihak hotel kemudian menyerahkan MA ke Polsek Kuta Selatan untuk diproses hukum. Setelah diperiksa, MA diserahkan ke Kantor Imigrasi untuk diproses sesuai ketentuan keimigrasian. Akhirnya, MA dideportasi dari Bali pada 8 Oktober 2024.
Selanjutnya, MA dideportasi dari Bali melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali, pada Selasa (8/10/2024). “Kasus ini menjadi pengingat penting bagi para warga asing yang berada di Indonesia untuk selalu mematuhi aturan dan ketentuan yang berlaku,” kata dia.
Kisah MA menjadi pelajaran bagi para wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa aturan dan hukum berlaku untuk semua orang, tanpa terkecuali. (akha)