AHBI JAKARTA – Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia pada September 2024 menjadi momen penting bagi umat Katolik di Tanah Air. Ini merupakan kunjungan ketiga Paus ke Indonesia, setelah kunjungan Paus Paulus VI pada tahun 1970 dan Paus Yohanes Paulus II pada tahun 1989.
Kedatangan Paus Fransiskus disambut hangat oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta. Pertemuan ini menjadi simbol kuat dari hubungan baik antara Indonesia dan Vatikan, yang menekankan pentingnya perdamaian dan dialog antaragama.
Kunjungan Paus Fransiskus diharapkan dapat memperkuat persatuan dan toleransi antarumat beragama di Indonesia. Melalui berbagai kegiatan yang akan dilakukan selama empat hari kunjungannya, Paus Fransiskus diharapkan dapat menginspirasi masyarakat Indonesia untuk terus membangun bangsa yang damai dan sejahtera.
Kunjungan Paus Fransiskus ini menjadi bukti nyata bahwa Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi toleransi dan kerukunan antarumat beragama. Hal ini menjadi inspirasi bagi dunia untuk melihat Indonesia sebagai contoh nyata bagaimana perbedaan dapat disatukan dalam semangat persaudaraan dan kasih sayang.
“Saya, atas nama rakyat Indonesia, menyambut hangat dan terima kasih atas kunjungan Yang Teramat Mulia Paus Fransiskus ke Indonesia. Selamat datang Yang Teramat Mulia Sri Paus Fransiskus ke Indonesia,” sambut Jokowi, dikutip ahbi.co.id, pada Rabu (04/09/2024).
Dalam pertemuan itu, Jokowi menegaskan bahwa Indonesia dan Vatikan berbagi komitmen yang sama dalam merayakan perbedaan dan memupuk perdamaian. Jokowi juga mengungkapkan bahwa kunjungan Sri Paus Fransiskus ke Indonesia memiliki pesan yang kuat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu tentang pentingnya menjaga harmoni di tengah kemajemukan yang dimiliki bangsa Indonesia.
Paus Fransiskus menegaskan bahwa kunjungan ini memiliki pesan yang sangat kuat tentang arti pentingnya merayakan perbedaan, di mana Indonesia sebagai negara majemuk yang terdiri dari beragam etnis.
“Tadi saya menyampaikan kepada Bapak Suci bahwa kita memiliki 714 suku bangsa, etnis, dan juga memiliki 17 ribu pulau yang kita tinggali, yang semuanya berbeda budaya, agama, dan suku bangsa terus berupaya menjaga harmoni di tengah kebinekaan yang kita miliki,” jelasnya.
Pada hari kedua, Paus Fransiskus dijadwalkan untuk bertemu dengan perwakilan gereja serta komunitas umat Katolik di Indonesia. Selain itu, Paus juga akan berpartisipasi dalam dialog antaragama yang diadakan di Masjid Istiqlal, Jakarta. Dialog ini diharapkan dapat memperkuat hubungan antara umat Islam dan Kristen di Indonesia.
Puncak dari kunjungan Paus Fransiskus adalah misa akbar yang akan diadakan di Stadion Gelora Bung Karno pada 5 September. Misa ini diperkirakan akan dihadiri oleh sekitar 80.000 orang, termasuk umat Katolik dari berbagai daerah di Indonesia.
Sri Paus Fransiskus, yang lahir dengan nama Jorge Mario Bergoglio pada 17 Desember 1936 di Buenos Aires, Argentina, saat ini menjabat sebagai Paus ke-266 dalam sejarah Gereja Katolik. Sebelum menduduki posisi tersebut, ia adalah Uskup Agung Buenos Aires. Terpilih sebagai Paus pada 13 Maret 2013, ia menjadi imam Yesuit pertama dan Paus non-Eropa pertama sejak abad ke-8, tepatnya setelah Paus Gregorius III dari Suriah.
Paus Fransiskus tinggal di Vatikan, negara terkecil di dunia dengan luas hanya sekitar 44 hektare dan populasi sekitar 800 orang. Negara Kota Vatikan, yang terletak di dalam kota Roma, Italia, berfungsi sebagai pusat spiritual Gereja Katolik Roma sekaligus kediaman resmi Paus. Negara ini memiliki pemerintahan berbentuk teokrasi absolut, di mana Paus memegang kendali tertinggi atas legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Perekonomian Vatikan memiliki karakteristik yang unik. Negara ini tidak menerapkan pajak penghasilan kepada warganya. Sebagian besar pendapatan Vatikan berasal dari sumbangan, penjualan perangko, suvenir, dan publikasi, serta investasi.
Selain itu, Vatikan tidak memiliki batasan impor dan ekspor, serta tidak mengenakan biaya bea cukai pada barang-barang yang diimpor atau diekspor. Hal ini memudahkan aliran barang ke dan dari negara kecil ini.
Dalam kepemimpinannya, Paus Fransiskus dikenal karena pandangan tegasnya tentang keadilan sosial, termasuk seruan agar orang-orang kaya dikenakan pajak lebih tinggi. Dalam sebuah forum International Monetary Fund (IMF).
Ia mengkritik pemotongan pajak bagi orang kaya yang sering dibenarkan atas nama investasi, menyebutnya sebagai bagian dari “struktur dosa”. Paus menegaskan bahwa kekayaan seharusnya digunakan untuk membiayai perawatan kesehatan dan pendidikan, bukan disimpan di rekening luar negeri.
Sejak menjadi negara merdeka melalui Perjanjian Lateran pada tahun 1929, Vatikan telah mengembangkan berbagai fasilitas kenegaraan, termasuk bank, media seperti Radio Vatikan dan L’Osservatore Romano, serta Garda Swiss yang bertugas melindungi Paus dan wilayah negara. Paus Fransiskus terus memainkan peran sentral dalam memimpin Gereja Katolik dan mengelola perekonomian Vatikan yang unik ini. (akha)