Presiden Habibie Adalah Teladan Demokrasi Berkeadaban di Masa Reformasi

DINAMIKADUNIA.COM – Presiden Ke-3 RI, B.J. Habibie, dikenal sebagai sosok yang memegang teguh nilai-nilai demokrasi. Ini terlihat jelas dalam kepemimpinannya di masa transisi pasca-Orde Baru.

Hal tersebut disampaikan Mahfud MD, mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, dalam sambutannya pada HDF 2024-Pidato dan Panel Kebangsaan. Mahfud juga menyorot contoh konkret dari demokrasi berkeadaban yang ditunjukkan Habibie.

“Salah satu contohnya adalah ketika Habibie memenuhi aspirasi masyarakat untuk melakukan percepatan pemilu sebagai langkah awal reformasi 1998,” kata Mahfud MD dikutip dinamikadunia.com, Selasa (12/11/2024).

Meskipun Presiden Ke-3 RI, B.J. Habibie memiliki hak untuk menunda pemilu sesuai konstitusi saat itu, Habibie memilih untuk mendengarkan suara rakyat dan mempercepat proses demokrasi.

“Padahal jika mau, berdasar konstitusi yang berlaku waktu itu, Profesor Habibie bisa ngotot, ‘saya ini bisa menjadi presiden sampai tahun 2003’. Begitu keterangan konstitusi,” terang Mahfud

Contoh lainnya adalah ketika Habibie menolak untuk dicalonkan kembali sebagai Presiden Indonesia. Meskipun laporan pertanggungjawabannya terkait pemisahan Timor-Timur ditolak oleh MPR, Habibie tetap berpegang teguh pada prinsip demokrasi.

“Tapi, Pak Habibie mengatakan kalau MPR menolak laporan saya berarti saya tidak pantas menjadi presiden. Itu contoh dari cara berdemokrasi yang berkeadaban,” ujarnya.

Ia berpendapat bahwa penolakan MPR terhadap laporannya menunjukkan bahwa dirinya tidak pantas menjadi presiden. Sikap ini menunjukkan bahwa demokrasi yang dianutnya bukan hanya formal prosedural, melainkan substansial dan berkeadaban.

Habibi tidak hanya menjalankan prosedur demokrasi, tetapi juga mengedepankan nilai-nilai moral dan etika dalam pengambilan keputusan. Sikap Habibie ini menjadi teladan bagi para pemimpin di masa kini.

Dalam era demokrasi yang semakin kompleks, penting untuk selalu mengedepankan nilai-nilai moral dan etika dalam menjalankan kepemimpinan. Dengan demikian, demokrasi tidak hanya menjadi sistem politik, tetapi juga menjadi budaya dan cara hidup yang bermartabat. (akha)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *